Welcome

Minggu, 26 Oktober 2014



 Aksesibilitas Menurut Jenis Disabilitas
            Masing-masing kategori kecacatan memiliki kebutuhan aksesibilitas yang berbeda sesuai dengan keterbatasan yang diakibatkan oleh kecacatannya. Berikut adalah contoh aksesibilitas fisik dan aksesibilitas non fisik berdasarkan kategori ketunaan.
1.      Tunanetra
Tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak cukup baik untuk dapat membaca tulisan biasa meskipun sudah dibantu dengan kaca mata. Aksesibilitas fisik bagi tunanetra antara lain : adanya petunjuk arah atau ciri-ciri yang dapat didengar atau dilihat dengan penglihatan terbatas yang menunjukkan nomor lantai pada gedung-gedung bertingkat, meminimalisir rintangan-rintangan kecil seperti jendela yang membuka ke luar atau papan reklame yang dipasang di tempat pejalan kaki, pencahayaan yang tidak menyilaukan atau terlalu redup, lift dengan petunjuk taktual (dapat diraba) untuk membedakan bermacam-macam tombol, atau petunjuk suara untuk menunjukkan nomor lantai. Aksesibilitas non fisik bagi tunanetra antara lain mereka memerlukan riglet dan pen, mesin tik braille, printer braille, model/miniatur benda, tongkat putih, peta timbul, abacus,  penggaris Braille, globe timbul, dan sebagainya.
2.      Tunarungu
Aksesibilitas fisik bagi tunarungu antara lain pengumuman melalui pengeras suara di bandara atau terminal angkutan umum, ruangan dengan pencahayaan yang baik sehingga tulisan penunjuk ruangan tersebut mudah dibaca dan isyarat dapat terlihat.  Aksesibilitas non fisik bagi tunarungu antara lain media pembelajaran dan peralatan khusus bagi misalnya hearing aid (alat bantu dengar), audiometer, hearing groups, alat-alat bina komunikasi persepsi bunyi dan irama, dan sebagainya.
3.      Tunagrahita
Aksesibilitas fisik bagi tunagrahita antara lain jalan dengan petunjuk yang jelas dan baku agar mereka tidak mengalami kesulitan. Para penyandang tunagrahita membutuhkan aksesibilitas non fisik seperti media pembelajaran dan peralatan khusus bagi mereka misalnya peralatan bina diri peralatan latihan sensori perabaan, peralatan latihan sensori visual, peralatan sensori pengecap dan perasa, peralatan konsep dan simbol bilangan, peralatan pengajaran bahasa, peralatan latihan persepsi motor dan sebagainya.



4.      Tunadaksa
Aksesibilitas fisik bagi tunadaksa antara lain lingkungan dengan memperhatikan sirkulasi vertikal (turun/naiknya permukaan lahan), licin/kasarnya permukaan lantai, keluasan ruangan, aktivitas sanitasi, lokasi tombol lampu dan lift. , tangga-tangga yang dirancang secara teliti akan lebih memudahkan daripada permukaan landai, permukaan lantai yang rata dan licin (bagi pengguna kursi roda). Aksesibilitas non fisik bagi penyandang tunadaksa antaralain media pembelajaran dan peralatan peserta didik tunadaksa misalnya peralatan latihan bina diri dan bina gerak, peralatan latihan fisik atau bina gerak, alat bantu belajar, dan sebagainya.
5.      Anak kesulitan belajar
Peralatan dan media pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar disesuaikan dengan jenis kesulitan belajarnya. Bagi peserta didik berkesulitan belajar membaca (disleksia) diperluka kartu abjad, kartu kata, dan kartu kalimat. Bagi peserta didik berkesulitan belajar menulis (disgrafia) diperlukan kartu abjad, kartu kata, kartu kalimat, balok bilangan, dan sebagainya. Bagi peserta didik berkesulitan belajar matematika (diskalkulia) diperlukan kartu bilangan, balok bilangan, papan bilangan, dan sebagainya.
6.      Autis
Aksesibilitas fisik bagi penyandang autis antara lain ruang terapi dan peralatan terapi untuk mengurangi dampak keautisanya seperti trombolin untuk mengurangi energy berlebih anak dan berbagai macam reward untuk penghargaan bagi ketuntasan tugas atau kepatuhan terhadap perintah. Aksesibilitas pembelajaran bagi penyandang autis antara lain berbagai media pembelajaran yang dapat merangsang respon anak sehingga tidak hanya terfokus pada satu benda/media.





Jumat, 17 Oktober 2014




Tugas Guru Pembimbing Khusus
Guru pembimbing khusus merupakan guru pembimbing bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif. Guru pembimbing khusus bekerjasama dengan guru reguler dalam melayani anak berkebutuhan khusus dalam kelas. Adapun tugas dari guru pembimbing khusus, yaitu :
1.      Menyususn instrumen asesmen pendidikan dengan guru kelas dan guru mata pelajaran.
2.      Mengkoordinasikan hubungan anatara guru , pihak sekolah dengan orang tua siswa.
3.      Memberikan bimbingan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sehinga anak mampu mengatasi hambatan atau kesulitan dalam belajar.
4.      Memberikan bantuan kepada guru kelas/mata pelajaran dalam bentuk diskusi agar mereka pelayanan pendidikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus.
5.      Memberikan saran dan dukungan pada peserta didik dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.
6.      Bersama dengan guru di sekolah, guru pembimbing khusus dapat merancang kurikulum individual bagi anak berkebutuhan khusus.
7.      Sebagi fasilitator.

Mekanisme Kerja Guru Pembimbing Khusus
Adapun mekanisme kerja dari guru pembimbing khusus di sekolah inklusi yaitu :
1.      Membuat jadwal kunjungan kesekolah.
2.      Berdiskusi dengan wali kelas anak berkebutuhan khusus terutama dalam penjelasan tentang kondisi anak termasuk menyampaikan implikasi seperti: metode mengajar, alat bantu belajar, atau spesifikasi lainya.
3.      Membuat kesepakatan antara guru dan pembimbing khusus dengan anak berkebutuhan khusus tentang program layanan yang akan diberikan.
4.      Membuat agenda kegiatan (administrasi) yang akan dijadikan sebagai laporan kepada yang berkepentingan.
5.      Mengevaluasi kerja setiap akhir semester.




Dukungan Guru untuk Inklusi
Salah satu isu terakhir dari diskusi guru tentang keyakinan manfaat inklusi. Sedang dilakukan diskusi inklusi dengan kepala SD dari sekolah dengan program inklusi yang sukses.
Contonya:
Saya memiliki guru yang baik menuju sekolah inklusi. Jangan salah paham, tidak semua orang mendukung inklusi. . . tapi  masalahnya adalah membantu guru memahami apa itu  inklusi, cara kerjanya, bagaimana siswa mendapatkan keuntungan dari program inklusi tersebut.  Bagaimana mungkin guru mendukung inklusi jika mereka benar-benar tidak mengerti tentang semua itu? Saya pikir masalahnya adalah apakah guru percaya dan mengerti tentang inklusi?apakah  ia akan bekerja untuk siswa? Dapatkah mereka mengatasinya di dalam kelas? Apakah akan mempengaruhi siswa jika tidak diberi label (disabilitas)? Setiap guru bersedia mengajar setiap siswa, guru akan menangani siswa, jika siswa merasa diuntungkan.

“Kami sangat setuju dengan pandangan kepala sekolah ini. Semua terlalu sering, resistensi guru untuk inklusi ditandai sebagai sikap buruk terhadap mengajar siswa dengan disabilitas. Kita jarang melihat seorang guru yang tidak mau mengajar siswa yang memiliki disabilitas dalam keadaan apapun. paling sering, resistensi mengajar siswa yang berkaitan dengan kekhawatiran terhadap guru yang memiliki kompetensi dalam memenuhi kebutuhan siswa. Ini adalah kekhawatiran yang wajar bahwa setiap guru yang baik harus memiliki keprihatinan terhadap program inklusif yang sedang dikembangkan dan diimplementasikan. Sangat penting bahwa pertanyaan dan masalah guru tentang inklusi tidak dianggap berasal dari sikap buruk guru inklusi. Kebanyakan guru-guru yang baik akan mendukung inklusi, Jika mereka memahami apa inklusi akan terlibat dalam pengambilan keputusan tentang inklusi, dan memberikan dukungan yang wajar karena mereka mengembangkan dan menerapkan program inklusif.”



Kesediaan untuk Mengajar dalam kelas Inklusif
Guru dalam memulai mengembangkan dan menerapkan kelas inklusif, mereka harus dapat merespon dengan tegas terhadap pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan inklusi. Guru dan administrator selalu memiliki banyak pertanyaan tentang inklusi ketika mulai mengembangkan program-program inklusi. Pertanyaan-pertanyaan mereka yang muncul  sebagai berikut:
• Apa tugas mereka ketika berada di sekolah inklusif?
• Apa dampak dari program inklusi terhadap kemajuan siswa dengan disabilitas di bidang akademik dan sosialnya?
• Apakah dampak dari program inklusi ?
• Apakah siswa dengan disabilitas memiliki dampak negatif pada kelas reguler?
• Apakah mereka akan diberi waktu untuk merencanakan program inklusi ?
•Apakah mereka akan diberi pendidik khusus yang diperlukan untuk mengembangkan program inklusif?
•Apakah mereka akan diberi kesempatan untuk mengembangkan keahlian yang    dibutuhkan untuk menjadi guru yang efektif dalam program inklusif?
Namun, disini telah ditemukan faktor yang paling mempengaruhi keyakinan guru tentang inklusi adalah pengalaman langsung mereka dengan inklusi. Survei guru (Scruggs & Mastropieri, 1996) dan pengalaman menunjukkan bahwa sebagian besar guru mendukung konsep inklusi yaitu siswa disabilitas memiliki hak dasar untuk dididik di kelas regular. Pengalaman menunjukkan bahwa jauh lebih banyak guru mendukung konsep inklusi dibandingkan bersedia untuk mengajar di kelas inklusif. Tampaknya ada sedikit keraguan para guru untuk mengajar di program inklusif  karena  dipengaruhi oleh pengalaman langsung mereka dengan program ini. Dengan pemikiran ini, metode terbaik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan guru adalah dengan cara mereka mengunjungi sekolah-sekolah di mana program inklusif sukses dilaksanakan. Kunjungan ini memungkinkan guru untuk mengamati kelas dan mengajukan pertanyaan dari guru-guru lain yang memiliki pertanyaan dan keraguan yang mirip dengan mereka.
Sulit untuk mengatasi pandangan negatif  guru  di sekolah inklusi, jika guru tersebut pernah terlibat pada penerapan program inklusif yang salah. Contoh program yang salah yaitu, siswa sama sekali tidak diuntungkan dengan program tersebut, program ini memiliki pengaruh negatif di kelas dan guru hanya diberikan sedikit waktu untuk melaksanakan program tersebut, selain itu guru yang ditunjuk sebagai guru di sekolah inklusi tersebut tidak memiliki keahlian khusus untuk membuat program inklusi sukses. Untuk mengatasi masalah ini, telah ditemukan cara yaitu melakukan study banding ke sekolah penyelenggara program inklusi yang sukses, namun itu masih belum cukup. Guru perlu diberi motivasi agar mereka dapat terlibat langsung dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, baik dalam penyusunan program, maupun tindakan mereka saat di kelas. Mereka juga memerlukan dukungan penuh untuk mengembangkan dan menerapkan kelas inklusif. Tentu saja, guru perlu menerima jaminan atas keberhasilan tersebut, namun ini akan membutuhkan usaha ekstra, terlebih pada guru yang memiliki pengalaman negatif tentang pendidikan inklusif.